Opsi Pasal 7 ayat 6 (A)
Undang-Undang No 22 tahun 2012 tentang APBN-P rentan dibatalkan Mahkamah
Konstitusi (MK), karena bertabrakan dengan UUD 1945, hal itu telah diingatkan beberapa
fraksi di DPR saat pembahasan sidang paripurna UU ini, Sabtu dinihari pekan
lalu (31/3).
“Kalau pun akan membahas itu (Pasal
7 ayat 6 (A), tidak bisa lagi karena UU Migas telah dibatalkan MK, maka tidak
bisa lagi dengan berbagai ‘akrobat’ ini,” kilah Akbrar Faisal, Anggota
DPR asal partai Hanura pada pembahasan RUU APBN-P 2012.
Hal senada dikatakan politisi asal
Fraksi Gerinda, Achmad Muzani. Menurut dia, partainya tetap mempertahankan
Pasal 7 ayat 6 tanpa tambahan huruf A. “Tetap menetapkan Pasal 7 ayat 6 dan
tidak menerima huruf A,” tegasnya.
Menurutnya, tidak setujunya Fraksi
Gerindra atas tambahan huruf A terhadap pasal tersebut karena
bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 yang menyatakan, bumi dan air digunakan
demi kesejahteraan rakyat.
“Pandangan kami, BBM belum naik saja
segala harga sudah naik, apalagi kalau naik. Tetap pertahankan Pasal 7 ayat 6
tanpa huruf A,” tegasnya lagi.
Pasal 7 ayat 6 A berbunyi, “Dalam
hal harga rata-rata ICP dalam kurun waktu enam bulan berjalan mengalami
kenaikan atau penurunan lebih dari lima belas persen dari harga ICP yang
diasumsikan dalam APBNP 2012, pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian
harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya.”
Pasal
7 ayat 6 (A) Undang-Undang No 22 tahun 2012 tentang APBN-P selain
bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2), (3) dan UUD 1945, rencana
kenaikan BBM ini pun bertentangan dengan Penerapan Hak-Hak Konsumen di
Indonesia, diantaranya adalah:
·
Hak Kenyamanan, Keselamatan dan
Keamanan
·
Hak Memilih
·
Hak Informasi
·
Hak Untuk Didengar Pendapat dan
Keluhannya
·
Hak Untuk Mendapatkan Advokasi
·
Hak Untuk Mendapat Pendidikan
·
Hak Untuk Tidak Diperlakukan
Diskriminatif
·
Hak Untuk Mendapat Ganti Rugi
Bagaimanakah dengan Undang-Undang Konsumennya, apakah
bertentangan juga dengan rencana kenaikan BBM yang akan terjadi saat ini,
berikut adalah bunyi dari Undang-Undang Konsumen, yaitu
- Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21
ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
- Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
- Undang
Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Usaha Tidak Sehat.
- Undang
Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian
Sengketa
- Peraturan
Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
- Surat
Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang
Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag
Prop/Kab/Kota
- Undang
Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1),
Pasal 27 , dan Pasal 33.
- Undang Undang No.
8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia
No. 3821
Baik hak maupun Undang-Undang Konsumen yang tertera diatas,
kenaikan BBM bertentangan dengan Undang-Undang Konsumen karena jika BBM naik
maka semua kebutuhan pokok pun ikut naik dan itu hanya menyusahkan masyarakat
saja, apalagi untuk warga miskin yang pendapatan mereka dibawah rata-rata yang
hanya cukup untuk makan sehari-hari. Jika BBM naik maka pengeluaran mereka pun
ikutan bertambah sedangkan pemasukan yang mereka dapat terbatas. Seharusnya
Pemerintah dapat memberikan solusi untuk masalah ini, jangan hanya menambah
beban masyarakat saja. Warga miskin juga layak untuk mendapatkan kesejahteraan
hidup. Ketika BBM tidak naik saja sudah banyak masyarakat yang menderita
apalagi dengan rencana kenaikan BBM ini, maka akan bertambah banyak rakyat yang
sengsara karena semua harga kebutuhan hidup akan naik.
Sumber:
1.
Sari, Elsi Kartika dan Advendi
Simanunsong. 2008. Hukum dalam Ekonomi, Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar