Bagaimana petani diajak berbisnis
BAB I
PENDAHULUAN
Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke 21 masih akan tetap berbasis pertanian secara luas. Namun demikian, sejalan dengan tahapan-tahapan perkembangan ekonomi maka kegiatan jasa-jasa dan bisnis berbasis pertanian juga akan semakin meningkat, dengan kata lain kegiatan agribisnis akan menjadi salah satu kegiatan unggulan pembangunan ekonomi nasional dalam berbagai aspek yang luas.
Pembangunan pertanian ke depan diharapkan dapat memberi kontribusi yang lebih besar dalam rangka mengurangi kesenjangan dan memperluas kesempatan kerja, serta mampu memanfaatkan semua peluang ekonomi yang terjadi sebagai dampak dari globalisasi dan liberalisasi perkonomian dunia. Untuk mewujudkan harapan tersebut diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas dan handal dengan ciri mandiri, profesional, berjiwa wirausaha, mempunyai dedikasi, etos kerja, disiplin dan moral yang tinggi serta berwawasan global, sehingga petani dan pelaku usaha pertanian lain akan mampu membangun usahatani yang berdaya saing tinggi. Salah satu upaya untuk meningkatkan SDM pertanian, terutama SDM petani, adalah melalui kegiatan penyuluhan pertanian.
B. Tujuan
Sebagai dasar ilmiah dan memberikan pokok-pokok pemikiran bagi penyusunan Rancangan Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian.
BAB II
PEMBAHASAN
Penyuluhan pertanian di Indonesia berkembang melalui beberapa tahap. Dalam periode sebelum tahun 1960, penyuluhan pertanian dilaksanakan berdasarkan pendekatan “tetesan minyak” melalui petani-petani maju dan kontak tani. Metode yang digunakan terutama melalui kursus tani mingguan bagi petani dewasa, wanita dan pemuda. Selain itu dilaksanakan juga kunjungan keluarga dan propaganda program peningkatan produksi.
Dalam periode 1975-1990, sistem latihan dan kunjungan (LAKU) mendominasi sistem kerja penyuluh pertanian di Indonesia terutama di daerah-daerah produksi padi. Sistem ini diperkenalkan dan dilaksanakan dengan dukungan Bank Dunia melalui Proyek Penyuluhan Tanaman Pangan (NFCEP) tahun 1975 dan diikuti oleh Proyek Penyuluhan Pertanian Nasional (NAEP I dan NAEP II). Tujuan kedua proyek tersebut pada intinya adalah untuk meningkatkan produksi komoditi pertanian tertentu, dimulai dengan hasil pertanian utama yaitu padi yang masih menerapkan teknologi yang kurang produktivitasnya, dengan jalan mendiseminasikan teknologi usahatani, yang dikenal dengan Panca Usaha dan Sapta Usaha.
Penyuluh pertanian, yang pada waktu itu dikenal dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), dilatih untuk mengajar petani dan menyampaikan rekomendasi-rekomendasi yang telah disusun dalam paket-paket teknologi. Sistem ini merupakan sistem kerja yang berdasarkan manajemen waktu yang ketat dan mengalihkan teknologi dimana petani hanya dianggap sebagai pengguna teknologi yang dihasilkan lembaga-lembaga penelitian.
Khusus mengenai program BIMAS, keberhasilannya ditentukan oleh beberapa hal sebagai berikut:
1. Didukung oleh political will yang kuat langsung dari Presiden yang diturunkan sampai ke Kepala Desa. Setiap minggu Provinsi lokasi Bimas Padi harus mengirimkan laporan mengenai perkembangan pelaksanaan Bimas Padi ke Departemen Pertanian dan ke Bina Graha.
2. Sifatnya sentralistis, pelaksana dan petani peserta Bimas di daerah harus mengerjakan apa yang diinstruksikan oleh Pemerintah yang umumnya sudah dalam bentuk paket, termasuk paket teknologi usahatani (Panca Usaha dan Sapta Usaha).
3. Petani mendapatkan subsidi.
4. Delivery system diorganisasikan dalam bentuk Catur Sarana dan receiving mechanism-nya adalah kelompok tani.
5. Kelembagaan yang mengelola program Bimas seragam.
6. Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) berfungsi optimal sebagai basis (homebase) penyuluhan pertanian yang dibagi dalam Wilayah Kerja BPP (WKBPP), Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian (WKPP) dan Wilayah Kelompok (Wilkel).
7. Anggaran besar, tersedia sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
8. Didukung oleh prasarana dan sarana yang memadai.
9. Didukung oleh penyuluh pertanian yang relatif masih muda sehingga mobilitasnya tinggi dan mempunyai otoritas yang tinggi.
10. Menggunakan sistem kerja LAKU sebagai sistem kerja para penyuluh pertanian.
Sistem Bimas dilaksanakan hanya pada beberapa komoditi tertentu yang dikoordinasikan oleh Sekretariat Badan Pengendali Bimas di pusat dan di daerah oleh Satuan Pembina Bimas Provinsi dan Satuan Pelaksana Bimas Kabupaten. Sekretariat Badan Pengendali Bimas di Pusat juga berfungsi sebagai satuan administrasi pangkal para penyuluh pertanian.
Pada kondisi di atas, para penyuluh pertanian semuanya dikerahkan untuk mensukseskan Program Bimas dalam rangka swasembada beras, sehingga program peningkatan produksi komoditas di luar beras tidak berkembang sebagaimana yang diharapkan. Walaupun Departemen Pertanian merekrut tenaga penyuluh pertanian khusus untuk menangani komoditas non beras, yang berstatus dipekerjakan di daerah, ternyata juga tidak memberikan hasil yang optimal karena tidak didukung oleh perangkat-perangkat seperti pada Program Bimas, termasuk penyediaan dananya.
Dalam perkembangan selanjutnya, Sistem Kerja LAKU pun mengalami kemunduran, petani yang hadir dalam pertemuan dua mingguan di hamparan makin berkurang. Laporan studi Bank Dunia tahun 1995 menggambarkan makin banyak petani yang kurang puas dengan sistem ini. Penyuluh pertanian tidak lagi dianggap sebagai sumber informasi untuk membantu memecahkan masalah yang dihadapi petani dalam usahataninya.
Pada tahun-tahun berikutnya Pemerintah mengembangkan pendekatan penyuluhan pertanian partisipatif diantaranya model Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu, model yang dikembangkan oleh KUF, Delivery, P4K dan DAFEP.
Dalam pelaksanaannya, ternyata dari masa ke masa penyelenggaraan penyuluhan pertanian dilakukan tidak berdasarkan sistem dan mekanisme yang baku yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang kuat.
Deskripsi Materi Peraturan Perundang-Undangan
Untuk melihat bagaimana penyuluhan diatur dalam berbagai Undang-undang tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
- Penyuluhan diatur dalam Bab tentang Peternakan
- Untuk memajukan peternakan dilakukan usaha-usaha pengadakan penyuluhan dan pameran-pameran ternak dan hasil-hasil industri peternakan untuk memberikan pengertian dan kesadaran kepada masyarakat pada umumnya dan pada peternak pada khususnya mengenai soal-soal yang bersangkutan dengan usaha-usaha peternakan dan pengolahan bahan-bahan yang berasal dari ternak, hingga dapat digerakkan swadaya masyarakat di dalam penyelenggaraan usaha-usaha itu, baik oleh pemerintah maupun swasta (Pasal 18).
- Penyuluhan diberi pengertian sebagai pendidikan peternak-produsen dalam rangka pembentukan kader peternak. Penyuluhan bersama pendidikan dan penelitian merupakan suatu trilogi untuk menggerakkan swadaya rakyat peternak (Penjelasan Pasal 18).
2. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
- Penyuluhan Perikanan diatur bersama Pendidikan dan Pelatihan Perikanan dalam Bab IX sebagai berikut :
a. Pemerintah menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan perikanan untuk meningkatkan pengembangan sumberdaya manusia di bidang perikanan;
b. Pemerintah dapat bekerjasama dengan lembaga terkait/, baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional, dalam menyelenggarakan penyuluhan perikanan.
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya alam Hayati dan Ekosistemnya. Bab IX mengenai Peran serta Rakyat.
Bab IX mengenai Peranserta Rakyat
- Pasal 37 Ayat (1): Peran serta rakyat dalam konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna.
- Ayat (2): Dalam mengembangkan peran serta rakyatsebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pemberdayaan dan penyuluhan
4. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
- Penyuluhan budidaya tanaman diatur dalam Bab tentang Pembinaan dan Peranserta Masyarakat.
- Pemerintah ditugaskan untuk menyelenggarakan penyuluhan budidaya tanaman serta mendorong dan membina peranserta masyarakat untuk melakukan kegiatan penyuluhan. Penyelenggaraan penyuluhan budidaya tanaman dilaksanakan melalui pemberian informasi yang mendukung pengembangan budidaya tanaman serta mendorong dan membina peranserta masyarakat dalam pemberian pelayanan informasi tersebut, yaitu antara lain: informasi pasar, profil komoditas, penanaman modal, promosi komoditas, dan meteorologi dalam bentuk prakiraan cuaca dan iklim (Pasal 57 dan penjelasannya).
5. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan
- Undang-undang ini tidak secara eksplisit menyebutkan “penyuluhan” dalam pasal-pasalnya. Namun dalam Pasal 28 dan Pasal 29 dinyatakan bahwa Pemerintah bertanggung jawab membina kesadaran masyarakat dalam perkarantinaan hewan, ikan, dan tumbuhan. Peranserta masyarakat dalam perkarantinaan diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna.
- Tidak dijelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan “berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna” tersebut.
6. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
- Penyuluhan diatur dalam bab tentang Ketahanan Pangan
- Pemerintah ditugaskan untuk melaksanakan pembinaan yang meliputi upaya antara lain: penyebarluasan pengetahuan dan penyuluhan di bidang pangan (Pasal 49 ayat (1) huruf e)
- Mengenai bagaimana cara penyuluhan di bidang pangan tersebut dilaksanakan tidak diatur lebih lanjut dalam Undang-undang, melainkan diamanatkan untuk diatur oleh Pemerintah.
7. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
- Undang-undang ini mengatur mengenai urusan pertanian termasuk peternakan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan merupakan urusan pilihan. Secara a contrario, BAB III undang-undang tersebut mengatur bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan kesarasian, hubungan antar susunan pemerintahan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota atau antarpemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu system pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan daerah yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
- Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa urusan pertanian termasuk peternakan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan penyuluhan pertanian merupakan urusan pilihan. Penyuluhan pertanian dilaksanakan secara bersama-sama oleh Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota, namun harus jelas keserasian hubungan antar susunan pemerintahan tersebut dalam penyelenggaraannya.
8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang ini tidak mengatur secara tegas mengenai penyuluhan tetapi didalam Pasal 7 merupakan kegiatan mengenai penyuluhan yaitu :
a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
b. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
c. menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan social;
d. memberikan saran pendapat;
e. menyampaikan informasi dan atau menyampaikan laporan.
9. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
- Undang-undang ini mengatur penyuluhan kehutanan secara lebih lengkap dibandingkan dengan Undang-undang lainnya.
- Penyuluhan kehutanan diatur dalam Bab tentang Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Latihan serta Penyuluhan Kehutanan yaitu dalam Pasal 52, Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58.
- Pengaturannya meliputi:
a. penyelenggaraan penyuluhan kehutanan dilaksanakan bersama-sama dengan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan kehutanan dan bertujuan:
1) untuk pembentukan sumberdaya manusia berkualitas yang bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didasari iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang diperlukan dalam pengaturan hutan yang lestari. (Pasal 52)
2) untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukung pembangunan kehutanan atas dasar iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sadar akan pentingnya sumberdaya hutan bagi kehidupan manusia (Pasal 56).
b. Penyelenggaraan Penyuluhan Kehutanan:
1) wajib memperhatikan ilmu pengetahuan dan teknologi, kearifan tradisional dan kondisi sosial budaya masyarakat.
2) wajib menjaga kekayaan plasma nutfah khas Indonesia dari pencurian (Pasal 52)
3) dilakukan oleh Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Pemerintah mendorong dan menciptakan kondisi yang mendukung terselenggaranya kegiatan penyuluhan kehutanan (Pasal 56).
4) dunia usaha dalam bidang kehutanan wajib menyediakan dana investasi untuk penyuluhan kehutanan. Pemerintah menyediakan kawasan hutan untuk digunakan dan mendukung kegiatan penyuluhan kehutanan.
10. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Undang-undang tidak mengatur secara tegas mengenai penyuluhan, namun diperlukan adanya penyuluhan kepada pemerintah daerah sebagai pelaksana penguasaan negara atas varietas lokal. Pemerintah daerah dalam hal ini mewakili kepentingan masyarakat pemilik varietas lokal yang membudidayakan varietas tersebut secara turun temurun. Varietas lokal dapat dijadikan bahan untuk pembuatan varietas turunan essensial. Varietas turunan essensial ini dapat diberi PVT sehingga komersialisasi varietas ini dapat diambil manfaat ekonominya. Masyarakat pemilik varietas lokal dapat memperoleh bagian dari manfaat ekonomi tersebut apabila varietas lokal tersebut telah diberi nama dan didaftar di Kantor PVT. Pemerintah daerah dalam hal ini bertugas mengusulkan pemberian nama dan pendaftaran varietas lokal ke kantor PVT dan mengatur penggunaan bagian dari manfaat ekonomi tersebut untuk kepentingan konservasi varietas lokal tersebut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang membudidayakannya (Pasal 6 dan Pasal 7).
11. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian dan Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Undang-undang ini tidak secara eksplisit menyebutkan penyuluhan dalam pasal-pasalnya. Namun apabila mengingat beberapa Undang-undang yang telah disebut di atas menyatakan bahwa penyuluhan diselenggarakan melalui: a) pemberian informasi; b) pembinaan sistem informasi dan pengembangan pengolahan, penyebaran data teknik dan data produksi untuk menunjang pengolahan sumberdaya pertanian; c) memberikan pengertian dan kesadaran kepada masyarakat mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan usaha di bidang pertanian (dalam arti luas), serta; d) penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan bersama-sama dengan penelitian dan pengembangan dan pemberdayaan dan latihan; maka tidak diragukan lagi bahwa: a) penyelenggaraan fungsi penumbuhkembangan motivasi, pemberian stimulasi dan fasilitas, serta penciptaan iklim yang kondusif bagi perkembangan sistem nasional penelitian dan pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diselenggarakan oleh Pemerintah, b) perumusan arah, peran utama dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dituangkan sebagai kebijakan strategi pembangunan nasional ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengembangan instrumen kebijakan tersebut oleh pemerintah daerah, harus dilaksanakan secara bersama-sama dengan penyelenggaraan penyuluhan agar dapat dicapai sasaran yang optimal yaitu penumbuhan kesadaran masyarakat mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan usaha di bidang pertanian (dalam arti luas).
12. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
Bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi melalui penyiaran sebagai perwujudan hak asasi manusia dalam bermasyarakat, bebangsa dan bernegara dilaksanakan secara bertanggung jawab, selaras dan seimbang antara kebebasan dan kesetaraan menggunakan hak.
Penyiaran merupakan kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut dan di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara , kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan penerima siaran.
Media ini dapat dijadikan sarana dan prasarana penyuluhan pertanian, dengan materi disesuaikan dengan kebutuhan nasional, provinsi, kabupaten/kota, sampai pedesaan. Dengan demikian penyiaran dapat dipandang sebagai cara untuk membantu kelancaran penyuluhan pertanian.
13. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Upaya pemberdayaan petani dapat dilakukan salah satunya adalah dengan pendidikan nonformal. Pasal 1 angka 12 memberikan pengertian “Pendidikan nonformal sebagai jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang”
14. Undang-undang Pembentukan Provinsi, Kabupaten/Kota
Setiap pembentukan Provinsi dan Kabupaten/Kota diatur mengenai kewenangan pangkal dimana pertanian termasuk penyuluhan pertanian merupakan urusan yang harus diselenggarakan oleh Proviinsi dan Kabupaten/Kota tersebut.
Hampir semua Undang-undang tersebut menugaskan Pemerintah untuk menyelenggarakan penyuluhan di bidangnya masing-masing, namun mengenai apa yang dimaksud dengan penyuluhan, bagaimana penyuluhan dilaksanakan, siapa yang melaksanakan, dan darimana sumber pembiayaan penyuluhan tidak diatur secara komprehensif. Dengan kata lain dalam berbagai Undang-undang tersebut, penyuluhan hanya diatur secara parsial.
BAB III
PENUTUP
1.KESIMPULAN
Penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang dilakukan selama ini belum dapat memberdayakan petani dan pelaku usaha pertanian lain karena belum adanya kesatuan persepsi, sehingga dalam penyelenggaraannya tidak sesuai dengan filosofi dan prinsip-prinsip penyuluhan pertanian. Disamping itu penyuluhan pertanian akhir-akhir ini diselenggarakan oleh berbagai kelembagaan dengan ketenagaan, mekanisme kerja, pembiayaan yang tidak memenuhi standar.
Penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang demikian disebabkan karena peraturan perundang-undangan yang bersifat parsial dan belum menguraikan secara jelas untuk implementasinya, sehingga belum dapat dipedomani oleh para penyelenggara penyuluhan pertanian, serta belum mampu menggerakkan peran aktif petani dan pelaku usaha pertanian lainnya.
Dengan demikian diperlukan undang-undang sebagai suatu bentuk regulasi di bidang penyuluhan pertanian yang komprehensif untuk dijadikan dasar dan landasan hukum dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
SUMBER PEMBAHASAN :
http://h0404055.wordpress.com/2010/04/02/undang-undang-penyuluhan-pertanian/
PENDAHULUAN
Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke 21 masih akan tetap berbasis pertanian secara luas. Namun demikian, sejalan dengan tahapan-tahapan perkembangan ekonomi maka kegiatan jasa-jasa dan bisnis berbasis pertanian juga akan semakin meningkat, dengan kata lain kegiatan agribisnis akan menjadi salah satu kegiatan unggulan pembangunan ekonomi nasional dalam berbagai aspek yang luas.
Pembangunan pertanian ke depan diharapkan dapat memberi kontribusi yang lebih besar dalam rangka mengurangi kesenjangan dan memperluas kesempatan kerja, serta mampu memanfaatkan semua peluang ekonomi yang terjadi sebagai dampak dari globalisasi dan liberalisasi perkonomian dunia. Untuk mewujudkan harapan tersebut diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas dan handal dengan ciri mandiri, profesional, berjiwa wirausaha, mempunyai dedikasi, etos kerja, disiplin dan moral yang tinggi serta berwawasan global, sehingga petani dan pelaku usaha pertanian lain akan mampu membangun usahatani yang berdaya saing tinggi. Salah satu upaya untuk meningkatkan SDM pertanian, terutama SDM petani, adalah melalui kegiatan penyuluhan pertanian.
B. Tujuan
Sebagai dasar ilmiah dan memberikan pokok-pokok pemikiran bagi penyusunan Rancangan Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian.
BAB II
PEMBAHASAN
Penyuluhan pertanian di Indonesia berkembang melalui beberapa tahap. Dalam periode sebelum tahun 1960, penyuluhan pertanian dilaksanakan berdasarkan pendekatan “tetesan minyak” melalui petani-petani maju dan kontak tani. Metode yang digunakan terutama melalui kursus tani mingguan bagi petani dewasa, wanita dan pemuda. Selain itu dilaksanakan juga kunjungan keluarga dan propaganda program peningkatan produksi.
Dalam periode 1975-1990, sistem latihan dan kunjungan (LAKU) mendominasi sistem kerja penyuluh pertanian di Indonesia terutama di daerah-daerah produksi padi. Sistem ini diperkenalkan dan dilaksanakan dengan dukungan Bank Dunia melalui Proyek Penyuluhan Tanaman Pangan (NFCEP) tahun 1975 dan diikuti oleh Proyek Penyuluhan Pertanian Nasional (NAEP I dan NAEP II). Tujuan kedua proyek tersebut pada intinya adalah untuk meningkatkan produksi komoditi pertanian tertentu, dimulai dengan hasil pertanian utama yaitu padi yang masih menerapkan teknologi yang kurang produktivitasnya, dengan jalan mendiseminasikan teknologi usahatani, yang dikenal dengan Panca Usaha dan Sapta Usaha.
Penyuluh pertanian, yang pada waktu itu dikenal dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), dilatih untuk mengajar petani dan menyampaikan rekomendasi-rekomendasi yang telah disusun dalam paket-paket teknologi. Sistem ini merupakan sistem kerja yang berdasarkan manajemen waktu yang ketat dan mengalihkan teknologi dimana petani hanya dianggap sebagai pengguna teknologi yang dihasilkan lembaga-lembaga penelitian.
Khusus mengenai program BIMAS, keberhasilannya ditentukan oleh beberapa hal sebagai berikut:
1. Didukung oleh political will yang kuat langsung dari Presiden yang diturunkan sampai ke Kepala Desa. Setiap minggu Provinsi lokasi Bimas Padi harus mengirimkan laporan mengenai perkembangan pelaksanaan Bimas Padi ke Departemen Pertanian dan ke Bina Graha.
2. Sifatnya sentralistis, pelaksana dan petani peserta Bimas di daerah harus mengerjakan apa yang diinstruksikan oleh Pemerintah yang umumnya sudah dalam bentuk paket, termasuk paket teknologi usahatani (Panca Usaha dan Sapta Usaha).
3. Petani mendapatkan subsidi.
4. Delivery system diorganisasikan dalam bentuk Catur Sarana dan receiving mechanism-nya adalah kelompok tani.
5. Kelembagaan yang mengelola program Bimas seragam.
6. Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) berfungsi optimal sebagai basis (homebase) penyuluhan pertanian yang dibagi dalam Wilayah Kerja BPP (WKBPP), Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian (WKPP) dan Wilayah Kelompok (Wilkel).
7. Anggaran besar, tersedia sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
8. Didukung oleh prasarana dan sarana yang memadai.
9. Didukung oleh penyuluh pertanian yang relatif masih muda sehingga mobilitasnya tinggi dan mempunyai otoritas yang tinggi.
10. Menggunakan sistem kerja LAKU sebagai sistem kerja para penyuluh pertanian.
Sistem Bimas dilaksanakan hanya pada beberapa komoditi tertentu yang dikoordinasikan oleh Sekretariat Badan Pengendali Bimas di pusat dan di daerah oleh Satuan Pembina Bimas Provinsi dan Satuan Pelaksana Bimas Kabupaten. Sekretariat Badan Pengendali Bimas di Pusat juga berfungsi sebagai satuan administrasi pangkal para penyuluh pertanian.
Pada kondisi di atas, para penyuluh pertanian semuanya dikerahkan untuk mensukseskan Program Bimas dalam rangka swasembada beras, sehingga program peningkatan produksi komoditas di luar beras tidak berkembang sebagaimana yang diharapkan. Walaupun Departemen Pertanian merekrut tenaga penyuluh pertanian khusus untuk menangani komoditas non beras, yang berstatus dipekerjakan di daerah, ternyata juga tidak memberikan hasil yang optimal karena tidak didukung oleh perangkat-perangkat seperti pada Program Bimas, termasuk penyediaan dananya.
Dalam perkembangan selanjutnya, Sistem Kerja LAKU pun mengalami kemunduran, petani yang hadir dalam pertemuan dua mingguan di hamparan makin berkurang. Laporan studi Bank Dunia tahun 1995 menggambarkan makin banyak petani yang kurang puas dengan sistem ini. Penyuluh pertanian tidak lagi dianggap sebagai sumber informasi untuk membantu memecahkan masalah yang dihadapi petani dalam usahataninya.
Pada tahun-tahun berikutnya Pemerintah mengembangkan pendekatan penyuluhan pertanian partisipatif diantaranya model Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu, model yang dikembangkan oleh KUF, Delivery, P4K dan DAFEP.
Dalam pelaksanaannya, ternyata dari masa ke masa penyelenggaraan penyuluhan pertanian dilakukan tidak berdasarkan sistem dan mekanisme yang baku yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang kuat.
Deskripsi Materi Peraturan Perundang-Undangan
Untuk melihat bagaimana penyuluhan diatur dalam berbagai Undang-undang tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
- Penyuluhan diatur dalam Bab tentang Peternakan
- Untuk memajukan peternakan dilakukan usaha-usaha pengadakan penyuluhan dan pameran-pameran ternak dan hasil-hasil industri peternakan untuk memberikan pengertian dan kesadaran kepada masyarakat pada umumnya dan pada peternak pada khususnya mengenai soal-soal yang bersangkutan dengan usaha-usaha peternakan dan pengolahan bahan-bahan yang berasal dari ternak, hingga dapat digerakkan swadaya masyarakat di dalam penyelenggaraan usaha-usaha itu, baik oleh pemerintah maupun swasta (Pasal 18).
- Penyuluhan diberi pengertian sebagai pendidikan peternak-produsen dalam rangka pembentukan kader peternak. Penyuluhan bersama pendidikan dan penelitian merupakan suatu trilogi untuk menggerakkan swadaya rakyat peternak (Penjelasan Pasal 18).
2. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
- Penyuluhan Perikanan diatur bersama Pendidikan dan Pelatihan Perikanan dalam Bab IX sebagai berikut :
a. Pemerintah menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan perikanan untuk meningkatkan pengembangan sumberdaya manusia di bidang perikanan;
b. Pemerintah dapat bekerjasama dengan lembaga terkait/, baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional, dalam menyelenggarakan penyuluhan perikanan.
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya alam Hayati dan Ekosistemnya. Bab IX mengenai Peran serta Rakyat.
Bab IX mengenai Peranserta Rakyat
- Pasal 37 Ayat (1): Peran serta rakyat dalam konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna.
- Ayat (2): Dalam mengembangkan peran serta rakyatsebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pemberdayaan dan penyuluhan
4. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
- Penyuluhan budidaya tanaman diatur dalam Bab tentang Pembinaan dan Peranserta Masyarakat.
- Pemerintah ditugaskan untuk menyelenggarakan penyuluhan budidaya tanaman serta mendorong dan membina peranserta masyarakat untuk melakukan kegiatan penyuluhan. Penyelenggaraan penyuluhan budidaya tanaman dilaksanakan melalui pemberian informasi yang mendukung pengembangan budidaya tanaman serta mendorong dan membina peranserta masyarakat dalam pemberian pelayanan informasi tersebut, yaitu antara lain: informasi pasar, profil komoditas, penanaman modal, promosi komoditas, dan meteorologi dalam bentuk prakiraan cuaca dan iklim (Pasal 57 dan penjelasannya).
5. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan
- Undang-undang ini tidak secara eksplisit menyebutkan “penyuluhan” dalam pasal-pasalnya. Namun dalam Pasal 28 dan Pasal 29 dinyatakan bahwa Pemerintah bertanggung jawab membina kesadaran masyarakat dalam perkarantinaan hewan, ikan, dan tumbuhan. Peranserta masyarakat dalam perkarantinaan diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna.
- Tidak dijelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan “berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna” tersebut.
6. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
- Penyuluhan diatur dalam bab tentang Ketahanan Pangan
- Pemerintah ditugaskan untuk melaksanakan pembinaan yang meliputi upaya antara lain: penyebarluasan pengetahuan dan penyuluhan di bidang pangan (Pasal 49 ayat (1) huruf e)
- Mengenai bagaimana cara penyuluhan di bidang pangan tersebut dilaksanakan tidak diatur lebih lanjut dalam Undang-undang, melainkan diamanatkan untuk diatur oleh Pemerintah.
7. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
- Undang-undang ini mengatur mengenai urusan pertanian termasuk peternakan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan merupakan urusan pilihan. Secara a contrario, BAB III undang-undang tersebut mengatur bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan kesarasian, hubungan antar susunan pemerintahan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota atau antarpemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu system pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan daerah yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
- Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa urusan pertanian termasuk peternakan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan penyuluhan pertanian merupakan urusan pilihan. Penyuluhan pertanian dilaksanakan secara bersama-sama oleh Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota, namun harus jelas keserasian hubungan antar susunan pemerintahan tersebut dalam penyelenggaraannya.
8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang ini tidak mengatur secara tegas mengenai penyuluhan tetapi didalam Pasal 7 merupakan kegiatan mengenai penyuluhan yaitu :
a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
b. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
c. menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan social;
d. memberikan saran pendapat;
e. menyampaikan informasi dan atau menyampaikan laporan.
9. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
- Undang-undang ini mengatur penyuluhan kehutanan secara lebih lengkap dibandingkan dengan Undang-undang lainnya.
- Penyuluhan kehutanan diatur dalam Bab tentang Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Latihan serta Penyuluhan Kehutanan yaitu dalam Pasal 52, Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58.
- Pengaturannya meliputi:
a. penyelenggaraan penyuluhan kehutanan dilaksanakan bersama-sama dengan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan kehutanan dan bertujuan:
1) untuk pembentukan sumberdaya manusia berkualitas yang bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didasari iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang diperlukan dalam pengaturan hutan yang lestari. (Pasal 52)
2) untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukung pembangunan kehutanan atas dasar iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sadar akan pentingnya sumberdaya hutan bagi kehidupan manusia (Pasal 56).
b. Penyelenggaraan Penyuluhan Kehutanan:
1) wajib memperhatikan ilmu pengetahuan dan teknologi, kearifan tradisional dan kondisi sosial budaya masyarakat.
2) wajib menjaga kekayaan plasma nutfah khas Indonesia dari pencurian (Pasal 52)
3) dilakukan oleh Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Pemerintah mendorong dan menciptakan kondisi yang mendukung terselenggaranya kegiatan penyuluhan kehutanan (Pasal 56).
4) dunia usaha dalam bidang kehutanan wajib menyediakan dana investasi untuk penyuluhan kehutanan. Pemerintah menyediakan kawasan hutan untuk digunakan dan mendukung kegiatan penyuluhan kehutanan.
10. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Undang-undang tidak mengatur secara tegas mengenai penyuluhan, namun diperlukan adanya penyuluhan kepada pemerintah daerah sebagai pelaksana penguasaan negara atas varietas lokal. Pemerintah daerah dalam hal ini mewakili kepentingan masyarakat pemilik varietas lokal yang membudidayakan varietas tersebut secara turun temurun. Varietas lokal dapat dijadikan bahan untuk pembuatan varietas turunan essensial. Varietas turunan essensial ini dapat diberi PVT sehingga komersialisasi varietas ini dapat diambil manfaat ekonominya. Masyarakat pemilik varietas lokal dapat memperoleh bagian dari manfaat ekonomi tersebut apabila varietas lokal tersebut telah diberi nama dan didaftar di Kantor PVT. Pemerintah daerah dalam hal ini bertugas mengusulkan pemberian nama dan pendaftaran varietas lokal ke kantor PVT dan mengatur penggunaan bagian dari manfaat ekonomi tersebut untuk kepentingan konservasi varietas lokal tersebut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang membudidayakannya (Pasal 6 dan Pasal 7).
11. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian dan Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Undang-undang ini tidak secara eksplisit menyebutkan penyuluhan dalam pasal-pasalnya. Namun apabila mengingat beberapa Undang-undang yang telah disebut di atas menyatakan bahwa penyuluhan diselenggarakan melalui: a) pemberian informasi; b) pembinaan sistem informasi dan pengembangan pengolahan, penyebaran data teknik dan data produksi untuk menunjang pengolahan sumberdaya pertanian; c) memberikan pengertian dan kesadaran kepada masyarakat mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan usaha di bidang pertanian (dalam arti luas), serta; d) penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan bersama-sama dengan penelitian dan pengembangan dan pemberdayaan dan latihan; maka tidak diragukan lagi bahwa: a) penyelenggaraan fungsi penumbuhkembangan motivasi, pemberian stimulasi dan fasilitas, serta penciptaan iklim yang kondusif bagi perkembangan sistem nasional penelitian dan pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diselenggarakan oleh Pemerintah, b) perumusan arah, peran utama dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dituangkan sebagai kebijakan strategi pembangunan nasional ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengembangan instrumen kebijakan tersebut oleh pemerintah daerah, harus dilaksanakan secara bersama-sama dengan penyelenggaraan penyuluhan agar dapat dicapai sasaran yang optimal yaitu penumbuhan kesadaran masyarakat mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan usaha di bidang pertanian (dalam arti luas).
12. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
Bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi melalui penyiaran sebagai perwujudan hak asasi manusia dalam bermasyarakat, bebangsa dan bernegara dilaksanakan secara bertanggung jawab, selaras dan seimbang antara kebebasan dan kesetaraan menggunakan hak.
Penyiaran merupakan kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut dan di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara , kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan penerima siaran.
Media ini dapat dijadikan sarana dan prasarana penyuluhan pertanian, dengan materi disesuaikan dengan kebutuhan nasional, provinsi, kabupaten/kota, sampai pedesaan. Dengan demikian penyiaran dapat dipandang sebagai cara untuk membantu kelancaran penyuluhan pertanian.
13. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Upaya pemberdayaan petani dapat dilakukan salah satunya adalah dengan pendidikan nonformal. Pasal 1 angka 12 memberikan pengertian “Pendidikan nonformal sebagai jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang”
14. Undang-undang Pembentukan Provinsi, Kabupaten/Kota
Setiap pembentukan Provinsi dan Kabupaten/Kota diatur mengenai kewenangan pangkal dimana pertanian termasuk penyuluhan pertanian merupakan urusan yang harus diselenggarakan oleh Proviinsi dan Kabupaten/Kota tersebut.
Hampir semua Undang-undang tersebut menugaskan Pemerintah untuk menyelenggarakan penyuluhan di bidangnya masing-masing, namun mengenai apa yang dimaksud dengan penyuluhan, bagaimana penyuluhan dilaksanakan, siapa yang melaksanakan, dan darimana sumber pembiayaan penyuluhan tidak diatur secara komprehensif. Dengan kata lain dalam berbagai Undang-undang tersebut, penyuluhan hanya diatur secara parsial.
BAB III
PENUTUP
1.KESIMPULAN
Penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang dilakukan selama ini belum dapat memberdayakan petani dan pelaku usaha pertanian lain karena belum adanya kesatuan persepsi, sehingga dalam penyelenggaraannya tidak sesuai dengan filosofi dan prinsip-prinsip penyuluhan pertanian. Disamping itu penyuluhan pertanian akhir-akhir ini diselenggarakan oleh berbagai kelembagaan dengan ketenagaan, mekanisme kerja, pembiayaan yang tidak memenuhi standar.
Penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang demikian disebabkan karena peraturan perundang-undangan yang bersifat parsial dan belum menguraikan secara jelas untuk implementasinya, sehingga belum dapat dipedomani oleh para penyelenggara penyuluhan pertanian, serta belum mampu menggerakkan peran aktif petani dan pelaku usaha pertanian lainnya.
Dengan demikian diperlukan undang-undang sebagai suatu bentuk regulasi di bidang penyuluhan pertanian yang komprehensif untuk dijadikan dasar dan landasan hukum dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
SUMBER PEMBAHASAN :
http://h0404055.wordpress.com/2010/04/02/undang-undang-penyuluhan-pertanian/